JABAR - Akhir-akhir ini dunia dikejutkan oleh memanasnya kembali Timur Tengah, tepatnya yaitu: Perang, walau masih bertaraf kecil antara Palestina, tepatnya Palestina, Hammas dan Israel. Apa yang menjadi latar belakangnya, maka selalu didasarkan pada pihak yang merasa berhak atas “Tanah yang dijanjikan Allah SWT”. Bagi Palestina, memang sudah sejak dahulu tinggal di tanah itu.
Sementara keyakinan orang Israel dalam hal ini bangsa Yahudi, dengan berdasar pada Kitab Talmud, maka wilayah Judea dan Samaria, itu semua bagi orang-orang Yahudi, dengan bahasa Ibrani. Kalau ini diikuti, maka Mekah Madinah pun terbawa jadi milik Israel, yang dalam Al-Quran disebut Bani Israel.
Baca juga:
Tony Rosyid: Anies dan Fenomena Capres 2024
|
Adapun siapa itu orang-orang Palestina, ada yang berpendapat sama dengan Filistin, ada yang berpendapat beda Filistin dan Palestina. Tapi yang saya yakini ialah, bahwa apa itu Filistin atau Palestina, dihuni oleh tiga pemeluk agama yakni; Agama Islam dengan kitab Al Quran berbahasa Arab, Agama Katholik dengan kitab Injil berbahasa Romawi atau Italy, dan Agama Yahudi dengan Kitab Talmud berbahasa Ibrani. Salah satu contoh bukti yang dilihat oleh manusia di abad ini ialah seorang Pejuang Palestina Yaser Arafat beragama Islam dan sangat taat. Istrinya, beragama Katholik. Saya ragu, apakah ini agama Katholik Roma atau agama Katholik kuno Koptik Mesir.
Kesimpulan, latar belakang perebutan tanah antara Israel dan Palestina adalah ideologis. Tidak juga. Mengapa?. Karena masalahnya, ketika terjadi peperangan, maka yang untung ialah pemilik pabrik senjata. Tentu saja yang kita lihat pasukan-pasukan perang dari masing-masing pihak itu, bersenjata modern. Bahkan katanya, pasukan-pasukan bersenjata itu, bukan lahir tanpa sebab, ada yang melahirkannya dan terus mendukung. Misalnya dugaan ISIS disebut sebagai buatan Amerika dan sebagainya. Berita yang menarik, ada orang Inggris Muslim, masuk ISIS dengan harapan mendapat suasana khusus Pejuang Islam. Ternyata, tak ada itu “nuansa Islami”, katanya.
Satu lagi masalah yang katanya pemicu yaitu, masalah dua kelompok besar dalam Islam yang sudah sejak Rasulullah SAW wafat, yakni Sunni dan Syiah. Syiah mayoritas di Iran, namun cukup meluas ke Bhagdad, bahkan hingga ke Pakistan. Di Indonesia ada Syiah legendaris yang tetap hidup sedikit di daerah Minangkabau dengan upacara Tabut (Tabui). Syiah di wilayah Timur Tengah terkenal sangat militan, taat kepada Imam. Tahun 1979, saat Revolusi Islam di Iran berhasil menumbangkan Shah Iran. Kelompok Syiah yang sangat fanatik inilah yang memiliki pasukan-pasukan kecil dan bisa jadi didukung Iran atau Irak.
Cerita seorang teman yang datang ke wilayah Timur Tengah itu, ternyata ada daerah yang dimiliki oleh kekuatan-kekuatan tertentu yang di luar kuasa sebuah negara. Mereka ada diperbatasan. Kata teman saya itu, kalau mau melintas dan ingin bertemu atau melihat kehidupan di sebuah wilayah, harus tanya guide dulu, lalu guide ini menghubungi orang yang dikenal. Nah, dengan membayar ke si guide dan si guide membayar ke guide wilayah, maka kita aman dikawal, hingga pulang kembali. Di Libanon lebih ramai lagi, ada Islam Druz, ada Hammas, Hisbullah. Ada Jihad Fisabbilillah dan lain-lain.
Kesimpulan sementara, penulis tidak yakin, apakah ini perang ideologis ataukah perang yang diciptakan pemilik senjata agar dagangannya laku. Alasannya, tanyalah rakyat di sekitar mereka, apakah ingin damai atau mau terus berperang hingga hari kiamat?. Pasti semua pihak, ingin damai. Tapi sayang, rupanya rumus alamiah, “Si vis pacem, para bellum” berlaku terus. Artinya, "If you want peace, prepare for war", Apabila kamu ingin damai, maka siapkanlah dirimu buat berperang”. Lalu para pejuang keadilan berkata: “Fiat Justitia Ruat Caelum”, artinya “Tegakkan Keadilan Walaupun langit akan runtuh”. “Keadilan dan Perdamaian”, kesinilah arah tulisan ini saya susun. Info yang saya baca, saat ini ada tiga pihak yang keras bertikai yakni Palestina, Hammas dan Israel. Saya dengar Israel dan Hammas mau genjatan senjata. Tapi kenapa tidak mengajak Pemerintah Palestina?.
Indonesia dan Palestina
Kemerdekaan Indonesia adalah tanggal 17 Agustus 1945. Belum ada “negara” Israel (berdiri tahun 1948). Negara yang ada di Timur Tengah itu ialah negara Palestina. Ternyata tidak mudah sebuah negara merdeka lalu diakui dunia. Sebelum merdeka, negara Indonesia ini bernama Hindia Belanda atau Nederland Indie atau mungkin The Indian Netherlands. Begitu Bung Karno dan Bung Hatta memproklamirkan Negara Indonesia, maka salah satu negara yang pertama mengakui kemerdekaan Indonesia ialah Palestina. Bahkan orang terkaya di Palestina, tidak ragu-ragu memberikan sumbangan dana bagi pembangunan Indonesia di awal kemerdekaan. Alhasil, ketika Israel berdiri tahun 1948, Indonesia tidak mengakuinya bahkan sampai hari ini di paspor Indonesia tertulis, kita bisa kemana saja, asal tidak ke Israel dan Taiwan. Kenapa Taiwan, karena kita mengakui Repulbik Rakyat Tiongkok (RRT), otomatis tidak mengakui Taiwan.
Oleh sebab itu, karena Palestina, cepat mengakui Indonesia. Maka ketika Palestina berseteru dengan Israel, Indonesia membela Palestina. Bung Karno dengan tegas memberi semangat kepada rakyat Indonesia agar membela Palestina, bahkan hingga hari ini di Jakarta ada Kedutaan Palestina, tetapi tidak ada kedutaan Israel. NKRI tidak akan mengakui atau mendirikan kedubes Israel jika Israel tidak memerdekakan Palestina. Saya simpatik kepada Presiden Jokowi ketika beliau menulis di akun twitternya begini: “Indonesia mengutuk Pengusiran Warga Palestina oleh Israel”. Lalu Kata Jokowi : “Desak PBB Tangani Konflik Palestina”. Secara tegas Jokowi berkata lagi : “Kutuk Penyerangan Keji Israel kepada Warga Palestina”. Satu lagi yang menarik : Jokowi tegas berkata : “Indonesia stand with the people of Palestine”.
Sikap penulis terhadap Konflik Israel-Palestina, tentunya saya ikuti ucapan Presiden Jokowi, beliau sering atau pernah berkata; “ Saya Pancasila”. Sehubungan dengan konflik Palestina dan Israel, maka saya tutup tulisan ini dengan pendapat penulis dengan rujukan ucapan Presiden Jokowi. Penulis berpendapat sebagai berikut:
Sesungguhnya ucapan Presiden Jokowi: “SAYA PANCASILA”, dapat diartikan sebagai berikut:
Saya Cinta Ketuhanan Yang Maha Esa. Insya Allah, semua umat beragama akan berdo’a sesuai agama masing-masing. Untuk kedamaian Bumi PALESTINA. Islam, Katholik, Kristen, Hindu, Budha dan Konghucu beribadah sesuai pedomannya masing-masing.
Saya Cinta Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab. Memotivasi semua warga bangsa bahwa untuk memberi perhatian ke Jalur Gaza tak harus menjadi muslim. Akan tetapi cukup mencintai sesama manusia. Membangun keadilan dan peradaban yang indah di masa depan. Bagi semua umat; Indonesia, Palestina, Israel dan semuanya.
Saya Cinta Persatuan Indonesia. Mari kita berpegangan tangan sesama warga bangsa. Suku Sunda, Jawa, Batak, Minang, Palembang, Ambon, Papua, Bugis, Bone, Makassar, dan semuanya mesti bersatu padu. Memikirkan atau menyumbangkan sesuatu yang bermanfaat bagi Palestina.
Saya Cinta kepada Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan perwakilan. Rakyat diberikan pemahaman, tidak memaksakan kehendak, segala sesuatu bisa dimusyawarahkan terlebih dahulu.
Saya Cinta Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Memotivasi agar tujuan adil makmur bagi Rakyat Indonesia segera terwujud. Tujuan ini harus tetap dan terus jadi perhatian kita semua. Jangan diabaikan. Kita bersama Warga Palestina membangun perdamaian dan kesejahteraan sosial bagi semua.
Dengan Lima Sila itu, Insyaallah bangsa Indonesia dengan semangat Politik Bebas Aktif akan bisa menghentikan segala bentuk kejahatan dan kebrutalan pada kemanusiaan di Timur Tengah. Semoga Palestina kembali tenang, tenteram dan damai. Sekian.
Penulis: Prof. Dr. Ir. H. Koesmawan Adang Soebandi, M.Sc, MBA, DBA - Guru Besar ITB Ahmad Dahlan Jakarta.